Status sosial adalah sekumpulan
hak dan kewajian yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya (menurut Ralph
Linton). Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih
tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status
sosialnya rendah.
·
Hubungan
pendidikan dengan status social
Pendidikan
yang baik dipercaya dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Bagi individu atau
keluarga, pendidikan dipercaya sebagai jalan yang paling relevan untuk
meningkatkan derajat kehidupan keluarga sehingga berlaku common sense
bahwa pendidikan dapat mempercepat terjadinya vertical social movement,
yaitu perpindahan seseorang dari strata sosial yang lebih rendah ke strata yang
lebih tinggi.
Status
sosial memang sesuatu yang sangat penting. Berbagai cara dilakukan manusia
untuk meningkatkan status sosial mereka. Melalui pendidikan seseorang dapat
meningkatkan dan mengembangkan dirinya sehingga status sosialnya berubah. Dari
tiga jalur pendidikan yaitu mulai dari pendidikan informal, pendidikan formal
dan pendidikan nonformal,yang lebih menjanjikan dalam meningkatkan status
sosial adalah jalur pendidikan formal dan nonformal. Hal ini ditandai dengan
adanya orang mendapatkan pekerjaan selain keahlian juga secara formal memiliki
ijasah/sertifikat tertentu. Pengetahuan dan ketrampilan yang didapat seseorang
melalui pendidikan di sekolah dapat mempertinggi kemampuan (kesanggupan)
pemasaran di dunia ekonomi, yang akan mengantarkannya pada posisi kelas tinggi.
Sehingga, untuk mencapai posisi – posisi tertentu, diperlukan pendidikan
tertentu. Oleh karena itu, maka dasar dari kelompok status tersebut adalah
faktor ekonomi dan pendidikan (Margaret Hewitt & G. Duncan Mitchell 1979 :
197).
Kriteria
utama dari status pribadi seseorang adalah pekerjaan atau mata pencaharian yang
bersangkutan. Stratifikasi yang didasarkan pada pekerjaan atau mata
pencaharian, terutama berasal dari kemajuan yang dicapai secara pribadi. Tetapi
Parsons mengakui, bahwa status yang tinggi itu juga bisa didasarkan pada warisan
atau kelahiran.
Bagaimanapun anak yang di didik
di lembaga persekolahan, pada akhirnya akan kembali dan menjadi warga
masyarakat. Berkenaan dengan ini mereka memerlukan pekerjaan untuk menopang
kehidupannya. Untuk terjun kedunia kerja, seseorang dituntut memerlukan
kesiapan tertentu yang diperlukan oleh lapangan kerja bersangkutan. Kesiapan
tersebut meliputi pengetahuan, skill dan sikap. Fungsi penyiapan bagi
kepentingan dunia kerja, dalam kenyataannya tidak terlepas dari perhatian
lembaga pendidikan persekolahan.
Dalam
kenyataannya di masyarakat, orang yang memiliki pendidikan tinggi kedudukannya
dalam masyarakat selalu diperhitungkan. Orang yang memiliki gelar akademik baik
langsung maupun tidak langsung dipercayainya akan dapat menduduki status sosial
tertentu di lingkungan masyarakatnya. Ia akan mendapatkan hak-hak istimewa
karena gelarnya, baik secara ekonomis, sosial, budaya, dan hak-hak ikutan
lainnya. Ijazah dan gelar dianggap akan merupakan “tiket” untuk meningkatkan
status sosial, jabatan dan lain-lain di tempat ia berada. Akibatnya
banyak orang melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang S3 hanya untuk menggapai
jabatan, golongan, dan status sosial yang lebih tinggi. Bukan karena mencintai
pengetahuan.
Orang
pintar, apalagi dengan tingkat pendidikan hingga S-3 atau bahkan bergelar
profesor, selalu diyakini sebagai orang-orang hebat dan jaminan mutu untuk
menyelesaikan semua hal. Kalau ada suatu kepanitiaan atau lembaga yang butuh
ketua, biasanya orang-orang ini mendapat prioritas memimpin. Kalau ada
pertemuan, mereka mendapat tempat terhormat dan duduk di bangku terdepan. Gelar
mereka diyakini menjadi garansi keberhasilan. Apalagi kalau orang pintar itu
lulusan perguruan tinggi terkenal di dalam atau (apalagi) luar negeri. Gelar
mereka sangat diyakini merupakan obat cespleng untuk berbagai problem.
Dampak
pendidikan memang besar dalam kehidupan manusia. Berkaitan dengan masalah pendidikan
yang mengakibatkan perubahan status, maka melalui pendidikan seseorang akan
mengakibatkan perbedaan status. Apabila pendidikannya tinggi maka statusnya
akan tinggi sebaliknya apabila pendidikannya rendah maka statusnya juga akan
rendah. Lebih lanjut menurut Karsidi (2007:185) bahwa: “makin tinggi sekolahnya
makin tinggi tingkat penguasaan ilmunya sehingga dipandang memiliki status yang
tinggi di masyarakat”. Memperjelas pendapat tersebut juga disebutkan bahwa
pendidikan merupakan anak tangga mobilitas yang penting.
·
Pendapatan
Menurut Sukirno (2006:47)
pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi
kerjanya selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan ataupun
tahunan.
·
Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.
Budaya
belanja
Budaya belanja atau konsumtif
adalah diartikan sebagai pemakaian (pembelian) atau pengonsumsian barang-barang
yang sifatnya karena tuntutan gengsi semata dan bukan menurut tuntutan
kebutuhan yang dipentingkan (Barry, 1994). Oleh karena itu, arti kata konsumtif
(consumtive) adalah boros atau perilaku yang boros, yang mengonsumsi barang
atau jasa secara berlebihan.
Dalam arti luas konsumtif adalah perilaku berkonsumsi yang boros dan berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas atau juga dapat diartikan sebagai gaya hidup yang bermewah-mewah.
Pengertian konsumtif, menurut Yayasan Lembaga Konsumen (YLK), yaitu batasan tentang perilaku konsumtif sebagai kecenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas.Definisi konsep perilaku konsumtif sebenarnya amat variatif. Tapi pada intinya perilaku konsumtif adalah membeli atau mengunakan barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan atasdasar kebutuhan.
Budaya konsumtivisme menimbulkan shopilimia.Dalam psikologi ini dikenal sebagai compulsive buying disorder (penyakit kecanduan belanja). Penderitanya tidak menyadari dirinya terjebak dalam kubangan metamorfosa antara keinginan dan kebutuhan. Ini bisa menyerang siapa saja, perempuan atau laki-laki.
Contohnya : membeli handphone jenis terbaru, mengikuti trend dan membeli gadget yang sedang up to date
Dalam arti luas konsumtif adalah perilaku berkonsumsi yang boros dan berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas atau juga dapat diartikan sebagai gaya hidup yang bermewah-mewah.
Pengertian konsumtif, menurut Yayasan Lembaga Konsumen (YLK), yaitu batasan tentang perilaku konsumtif sebagai kecenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas.Definisi konsep perilaku konsumtif sebenarnya amat variatif. Tapi pada intinya perilaku konsumtif adalah membeli atau mengunakan barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan atasdasar kebutuhan.
Budaya konsumtivisme menimbulkan shopilimia.Dalam psikologi ini dikenal sebagai compulsive buying disorder (penyakit kecanduan belanja). Penderitanya tidak menyadari dirinya terjebak dalam kubangan metamorfosa antara keinginan dan kebutuhan. Ini bisa menyerang siapa saja, perempuan atau laki-laki.
Contohnya : membeli handphone jenis terbaru, mengikuti trend dan membeli gadget yang sedang up to date
Sumber :